Contoh Kasus
Kasus Ryan Jombang
Berawal dari terungkapnya sebuah kasus mutilasi di Jakarta
pada pertengahan Juli 2008, polisi menemukan hubungan dengan hilangnya 10 orang
lain di Jombang. Very Idam Henyansyah alias Ryan ditetapkan sebagai tersangka
oleh polisi atas kasus mutilasi yang menimpa Ir. Heri Santoso tersebut.
Ketika akan ditangkap dalam kasus pembunuhan dan
mutilasi Heri Santoso, Ryan mengaku bernama Vincent. Setelah ditekan penyidik,
barulah ia mengaku bernama Ryan. Belakangan diketahui, Vincent adalah salah
satu korbannya yang dibunuh dan dikubur di Jombang. Korban lainnya yang
dihabisi di Jombang adalah Ariel Somba Sitanggang, Guntur, dan Brandy yang
warga negara Belanda.
Setelah kasus pembunuhan itu terbongkar, penyidik
Satuan Kejahatan dengan Kekerasan Polda Metro Jaya yang berangkat ke Jawa Timur
kebanjiran pesan pendek dan telepon dari warga. Mereka mengabari tentang orang
hilang, bertanya, sampai menyemangati petugas.
Empat korban lainnya dibantai di rumah orangtua
tersangka kemudian dikubur di belakang rumah. Pembantaian mengerikan itu
dilakukan Ryan dalam 12 bulan terakhir ini. Di halaman belakang rumah
orangtuanya itulah, polisi menemukan empat kerangka pria yang dikubur secara
terpisah. Keempat korban ini dibunuh dengan cara dipukul pakai batu dan
linggis. Pembunuhan dan penguburan korban dilakukan malam hari. Di lokasi itu,
polisi menyita barang bukti, antara lain linggis, batu, dan tali.
Untuk menjaga hal yang tidak diinginkan, terutama
adanya ada balas dendam, rumah tersangka dijaga ketat. Bahkan Detesement 88
Anti Teror Polda Jatim, diterjunkan. Kepada petugas, Ryan mengakui dia membunuh
karena sakit hati. Namun, alasan pelaku dicurigai polisi sebagai alasan yang tidak
masuk akal.
Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Depok, Senin, 06
April 2009, menjatuhkan hukuman mati bagi Very Idham Henyansyah alias Ryan bin
Ahmad, karena terbukti bersalah melakukan pembunuhan dengan mutilasi atas Hery
Santoso.
Hubungannya
dengan Teori Psikoanalisa
Psikoanalisa merupakan salah satu aliran dalam
Psikologi yang berpandangan bahwa manusia lahir telah membawa warisan
(kecerdasan, libido sexual/dorongan-dorongan perilaku yang berorientasi pada
kesenangan) dari orang tua yang melahirkan, dari gagasannya ini psikoanalisa
dapat digolongkan dalam aliran nativisme lawan dari empirisme yang beranggapan
manusia lahir bagaikan kertas putih tanpa membawa warisan dari orang tua.
Aliran psikoanalisa yang dipelopori oleh Sigmund Freud
ini berpendapat bahwa struktur kepribadian terdiri dari id (dorongan, nafsu,
libido sexual), Ego (Diri), dan Superego (Nilai-nilai) . Id adalah struktur
paling mendasar dari kepribadian, seluruhnya tidak disadari dan bekerja menurut
prinsip kesenangan, tujuannya pemenuhan kepuasan yang segera. Ego berkembang
dari id, struktur kepribadian yang mengontrol kesadaran dan mengambil keputusan
atas perilaku manusia. Superego, berkembang dari ego saat manusia mengerti
nilai baik buruk dan moral. Superego merefleksikan nilai-nilai sosial dan
menyadarkan individu atas tuntuta moral. Apabila terjadi pelanggaran nilai,
superego menghukum ego dengan menimbulkan rasa salah.
Kasus saat seorang dari Jombang mencincang korbannya
dan membuangnya di sebuah tempat. Ia membunuh teman-temannya di halaman
belakang rumahnya dan menguburnya diam-diam. Ia tenang saja, tak menutupi
wajahnya ketika kamera televisi membidiknya. Ia mengaku tak tahu kenapa dia membunuh.
Psikopat adalah suatu gejala kelainan kepribadian yang
sejak dahulu dianggap berbahaya dan mengganggu masayarakat. Menurut penelitian
sekitar 1% dari total populasi dunia menghadapi psikopati. Pengidap ini sulit
dideteksi karena sebanyak 80% lebih banyak yang berkeliaran dari pada yang
mendekam dipenjara atau di rumah sakit jiwa, pengidaonya juga sukar disembuhkan.
Dalam kasus kriminal, psikopat dikenali sebagai pembunuh, pemerkosa, dan
koruptor. Namun, ini hanyalah 15-20% dari total psikopat. Selebihnya adalah
pribadi yang berpenampilan sempurna, pandai bertutur kata, mempesona, mempunyai
daya tarik luar biasa dan menyenangkan namun sebenarnya adalah orang yang
membahayakan bagi masyarakat karena seorang psikopat dapat melakukan apa saja
yang diinginkan dan yakin bahwa yang dilakukannya itu benar.
Kasus diatas jika dikaitkan dengan teori psikoanalisa,
menjadi sebuah kritik tersendiri terhadap teori tersebut. Saat melakukan
pembunuhan, pemerkosaan, atau korupsi seorang psikopat tidak memikirkan
tindakan tersebut apakah salah atau benar. Dimana tugas tersebut seharusnya
menjadi tugas ego, yang mempertimbangkan sebuah tindakan itu benar atau tidak.
Saat selesai melakukan pembunuhan atau kesalahan, seorang psikopat tidak
memiliki rasa bersalah atau tertekan dan cenderung menganggap remeh sebuah
kesalahan. Dalam hal ini peran superego tidak berjalan semestinya, tidak ada
hukuman terhada ego yang menjadi pelaksana, superego serasa tak mempunyai daya
melawan kekuatan id untuk mempengaruhi ego.
Sumber: